
Produk
Silakan Daftar atau login untuk membeli
Majalah
Majalah Maska Edisi 4/2017
31 Desember 2017Majalah Maska Edisi 4/2017 mengulas tentang 150 tahun perjalanan sejarah perkeretaapian di Indonesia mulai 1867 sampai 2018. Ulasan perkembangan dimulai sejak pro kontra ide kereta api 1840-1855 dan berlanjut pada pencangkulan pertama 1864. Tonggak-tonggak sejarah perkeretaapian dimulai ketika operasional pertama kereta api di Jawa pada 1867 sampai pada perkembangan perkeretaapian terkini pada 2018.
Dapatkan segera majalahnya. Edisi terbatas! Silakan MEMBUAT AKUN BARU atau MASUK di SINI
HIKAYAT SINGKAT JALAN BAJA DI INDONESIA
STASIUN “SAMARANG,” 10 AGUSTUS 1867. PADA SABTU PAGI YANG BERSEJARAH ITU SEHARUSNYA PATUT DIRAYAKAN BAGI SEMUA ORANG. UNTUK PERTAMA KALINYA RANGKAIAN KERETA API UAP RESMI MELUNCUR DI ATAS TANAH JAWA. TAPI PEMANDANGAN BERBEDA TAMPAK JELAS DI STASIUN YANG DIBANGUN DI BEKAS RAWA PESISIR PANTAI UTARA ITU. PEMBERANGKATAN KERETA API PERDANA TEPAT PUKUL TUJUH PADA SERATUS LIMA PULUH TAHUN SILAM MALAH JAUH DARI SUASANA MERIAH.
TIDAK ada prosesi selamatan apa pun sebagai penanda tonggak sejarah kereta api yang baru saja dimulai kisahnya. Jadwal perjalanan disusun hanya satu kali bolak-balik per hari. Pagi meninggalkan Semarang, sore kembali ke Semarang.
Perayaan besar-besaran malah sudah terjadi tiga tahun sebelumnya. Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron Sloet van de Beele (memerintah 1861-1866) sampai rela datang dari Batavia dan ikut mencangkul tanah untuk pertama kalinya di proyek pembangunan jalur kereta api kawasan Kemijen Semarang. Hari itu banyak dicatat orang sebagai awal dari sejarah kereta api di Indonesia, walaupun kereta apinya sendiri belum tampak.
Upacara lebih masuk akal baru diselenggarakan di Stasiun Solo Balapan pada 1873. Nederlandsch Indische Spoorweg-Maatschappij sebagai pemilik jalur dan kereta api berhasil menyambungkan jalan rel mulai dari pelabuhan Semarang langsung menuju Surakarta dan Yogyakarta (Lempuyangan). Pihak militer pun boleh sedikit lega karena markas tentara Belanda di Ambarawa juga sudah mendapat akses jalur kereta api. Dengan demikian apabila kembali terjadi pemberontakan elite keraton di Kesultanan Yogyakarta maka Tentara Kerajaan Hindia Belanda bisa lebih cepat dimobilisasi melalui jalur kereta api. Sejak adanya kereta api, patroli militer untuk memberantas sisa-sisa pendukung Pangeran Diponegoro di sekitar Yogyakarta pun lebih sering dilakukan sampai laskar terakhir ditangkap pada 1888.
Untuk melanjutkan membaca Anda dapat memesannya di SINI
Produk Lainnya