Berita

Berita

Persoalan Listrik dan Integrasi Masih Bebani LRT Palembang

16 Oktober 2019

Palembang – Besarnya pemakaian listrik untuk operasional kereta ringan Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan masih menjadi persoalan tersendiri. Menurut Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan, Rosita, tarif listrik yang dikenakan untuk operasional LRT di kota Palembang berbeda dengan tarif listrik KRL Commuterline di Jakarta dan sekitarnya. Nominal yang dibayarkan oleh PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) lebih murah Dibanding LRT Palembang.

 

“Bisa dibayangkan saat ini LRT Sumsel selama ini harus bayar tagihan listrik mencapai 7,5 miliar rupiah per bulan. Apabila dikenakan tarif traksi listrik seperti di Jakarta kita hanya bayar setidaknya 3 miliar rupiah. Inilah yang sedang kita upayakan, kenapa ada perbedaan tarif. Mohon agar ini dapat digaungkan hingga ke pusat dalam hal ini Kementerian ESDM,” katanya usai kegiatan Lokakarya “Peran LRT dalam Meningkatkan Perekonomian Sumatera Selatan” di Hotel Beston pada Selasa lalu (8/10/2019).

 

Rosita berharap dengan adanya penurunan tarif listrik tersebut dapat meringankan beban operasional LRT sehingga menjadi lebih efisien. “Apalagi ini menjadi bagian dari proyek strategis nasional dan untuk masyarakat luas,” ujarnya.

 

Rosita menjelaskan sejak awal pembangunan LRT Sumsel, PLN menginvestasikan 200 miliar rupiah untuk membangun infrastruktur gardu listrik khusus. Hal itu dinilainya bakal ditetapkan tarif listrik premium.

 

Ia sangat berharap tarif listrik bisa turun sehingga berdampak baik untuk efisiensi biaya operasional LRT Sumsel. “Apalagi ini menjadi bagian dari proyek strategis nasional dan untuk masyarakat luas,” tambahnya.

 

Rosita mengakui bahwa pihaknya saat ini juga tengah mencoba untuk mengkaji penggunaan listrik tenaga surya (solar cell). Riset pendalaman untuk diversifikasi sumber tenaga listrik penting dilakukan karena erat kaitannya dengan sistem yang sudah ada.

 

Sementara itu dalam rangka meningkatkan layanan kepada para penumpang, kecepatan rangkaian LRT ditambah dari semula rata-rata 20 kilometer per jam menjadi 30 kilometer per jam. Waktu tempuh pun berkurang menjadi 47 menit untuk sekali perjalanan dari Stasiun DJKA Jakabaring menuju Stasiun Bandara SMB II.

 

Apabila didukung semua pihak, Rosita optimis lima tahun ke depan masyarakat Palembang akan gemar naik LRT. Peningkatan jumlah penumpang saat ini terus terjadi walau dirasakan tidak terlalu banyak. Sepanjang Januari sampai September 2019 okupansi penumpang naik sebanyak 28 persen dengan rata-rata penumpang 6000 orang per hari. “Saat weekend naik dua kali lipat,” ungkapnya.

 

Selain masalah harga listrik, integrasi LRT Sumsel dengan jenis transportasi lain juga belum sempurna. Hal itu menjadi salah satu sebab minat rendah masyarakat untuk naik LRT Sumsel.

 

Oleh karena itu Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (MASKA) Hermanto Dwiatmoko mendorong pemerintah daerah agar memaksimalkan LRT seperti pengaturan antar moda, pengeluaran kebijakan pengaturan rute penumpang umum. “Sebagai bagian dalam MASKA, salah satu cara kami memberikan masukan adalah bagaimana untuk meningkatkan jumlah penumpang LRT serta kajian dari hasil penelitian dari mahasiswa,” katanya.

 

Hal itu disampaikan oleh Hermanto dalam acara Lokakarya Peran LRT dalam Meningkatkan Perekonomian Provinsi Sumsel di Hotel Beston pada Selasa (8/10/2019) yang digelar DPD MASKA Sumatera Selatan. Sebagai organisasi yang beranggotakan para pakar dan profesional yang memiliki perhatian di bidang perkeretaapian, Johny Arliansyah sebagai Ketua DPD Sumsel MASKA mengatakan pihaknya sengaja mengadakan Lokakarya sepenuhnya untuk mendukung pembangunan LRT.    

 

Diharapkan ada pembahasan lanjutan bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator LRT. Hal itu penting selain mewujudkan integrasi antar moda juga untuk menghindari konflik dengan pengelola angkutan umum yang sudah ada sebelumnya.

 

“Ini merupakan tugas kita bersama kita untuk mempromosikan karena biaya pembangunan LRT sangat besar. Namun terlepas dari itu, adanya LRT memberikan multiplier effect, yaitu meningkatkan aktivitas baru seperti peningkatan harga tanah, menghemat waktu, kemacetan berkurang, dan masih banyak lagi,” kata Hermanto. (MASKA)



Berita Lainnya