Berita
IKUT MEMBANGUN PERADABAN PERKERETAAPIAN
10 April 2019
“Pembangunan kereta api (MRT dan LRT) kita itu sesungguhnya sudah terlambat (dibandingkan negara lain). Jika kemarin-kemarin pembangunan tersebut dituding sebagai salah satu penyebab kemacetan wajar saja. Sebab, pembangunan kita terlambat dan terpaksa dibangun berbarengan.” (Hermanto Dwiatmoko, Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia)
SEJARAH MENCATAT, PERKERETAAPIAN INDONESIA MENEMPUH PERJALANAN PANJANG. DIAWALI DENGAN PEMBANGUNAN REL KERETA PERTAMA PADA 17 JUNI 1864, DI MASA KOLONIAL BELANDA. JALUR REL KERETA API PERTAMA DI TANAH AIR INI DIBANGUN SEPANJANG HAMPIR 25 KILOMETER, MENGHUBUNGKAN SEMARANG (KEMIJEN) DENGAN DESA TANGGUNG.
SEIRING berjalannya waktu, transportasi berbasis rel terus tumbuh dengan pesat hingga kini. Bahkan pada Maret 2019 lalu, sebuah babak baru transportasi berbasis rel akan segera dimulai. Presiden RI Joko Widodo, telah meresmikan kereta api MRT (Mass Rapid Transit) yang akan digadang-gadang akan menjadi budaya baru dalam bertransportasi.
Pembangunan transportasi berbasis rel terbaru tersebut dipandang Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (MASKA) Hermanto Dwiatmoko merupakan pembangunan yang terlambat. “Pembangunan kereta api kita itu sesungguhnya sudah terlambat. Jika kemarin-kemarin pembangunan tersebut dituding sebagai salah satu penyebab kemacetan, wajar saja. Sebab, pembangunan kita terlambat dan terpaksa dibangun berbarengan,” ujarnya kepada Transportasi Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Meski terlambat, lanjut Hermanto, ini masih lebih baik dibandingkan tidak ada sama sekali. Sebab, transportasi massal berbasis rel merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengurangi angka kemacetan di Jakarta.
Hermanto mengatakan, membangun kereta api perkotaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, pembangunan kereta api perkotaan biasanya selalu merugi dan pada umumnya diselenggarakan dengan intervensi/ subsidi dari pemerintah. Dalam industri perkeretaapian, pendapatan tiket itu hanya mencakup 40 persen. Untuk memenuhi sisanya harus mencari jalan lain, salah satu caranya dengan mengusahakan periklanan di stasiun dan di dalam kereta.
Jalur Trans Sulawesi
Di sisi lain, pemerintah sedang membangun jalur kereta api Trans Sulawesi. Targetnya jalur sepanjang 44 kilometer pada rute Barru–Palanro akan selesai pada tahun ini dan mulai beroperasi pada akhir tahun 2019. Menanggapi hal tersebut, Hermanto mengatakan pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mengantisipasi peradaban.
“Di kota-kota maju barangnya sudah ada lebih dulu, barulah infrastrukturnya memfasilitasi. Namun konsep ini juga berlaku sebaliknya. Infrastruktur didirikan terlebih dahulu, barulah akan menarik pasar atau create demand. Nah, Trans Sulawesi ini diharapkan dapat menarik pertumbuhan industri dan menggerakkan ekonomi daerah sekitarnya. Sekarang mungkin belum terlihat apa yang diangkat. Tapi nanti akan mengikuti,” jelasnya.
Lanjut dia, proyek ini memang memiliki risiko. Namun akan lebih disayangkan jika pembangunan dilakukan ketika sudah terlambat. “Kalau kita terlambat membangun, nanti harga tanah akan lebih mahal. Infrastruktur tertinggal, harganya mahal pula. Membangun itu harus memikirkan puluhan hingga ratusan tahun ke depan,” lanjutnya.
Kereta Trans Sulawesi ini pun akan menghubungkan wilayah-wilayah di Sulawesi dengan pelabuhan, yaitu Makassar New Port. Konektivitas yang tercipta itu diyakini akan melahirkan industri-industri baru di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada akhirnya keberadaan kereta api Trans Sulawesi akan bermanfaat.
Hermanto meyakini, semakin banyak pembangunan infrastruktur transportasi, maka akan meningkatkan pasarnya itu sendiri. Artinya, akan meningkatkan jumlah pengguna transportasi umum, berkurangnya kemacetan, dan yang terpenting adalah berkurangnya polusi udara. Meski demikian, peningkatan transportasi massal tetap memiliki syarat, yakni terintegrasi.
Dorong Perkembangan Kereta Api
Sebagai wadah organisasi yang memosisikan diri sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam mendukung kemajuan perkeretaapian nasional, MASKA rutin menyelenggarakan diskusi dan rekomendasi kepada pemerintah selaku regulator. Salah satu upayanya adalah dengan menggelar sosialisasi tentang perkeretaapian.
Railwaytech Indonesia merupakan konferensi dan pameran perkeretaapian terbesar di Asia Tenggara. Acara tersebut digelar untuk ketiga kalinya di JIExpo Kemayoran Jakarta pada 20-22 Maret 2019. Di dalamnya selain terdapat pameran juga terdapat konferensi yang membahas seputar fasilitas, teknologi, infrastruktur, dan penumpang kereta api.
Selain itu, MASKA yang sebagian besar anggotanya merupakan golongan akademisi dan pelaku industri perkeretaapian juga mendorong pengetahuan masyarakat tentang industri kereta api melalui kuliah umum mata perkuliahan di perguruan tinggi nasional.
“Di Indonesia ini sedikit sekali konsultan perkeretaapian. Ada, namun orangnya itu-itu lagi. Ini karena tenaga ahlinya kurang. Melalui forum-forum di transportasi, kami mensosialisasikan pelajaran tentang perkeretaapian. Lankah tersebut merupakan salah satu upaya MASKA dalam membangun perkeretaapian di Indonesia,” tutup Hermanto.
Tulisan ini ditayangkan pada Majalah Transportasi Indonesia Edisi 35, April-Mei 2019 Halaman 68-69.
Penulis: Mita A. Hapsari
Berita Lainnya