News

News

Optimisme MRT Jakarta Sebagai Katalis Perubahan Gaya Hidup

16 Oktober 2018

 

Transportasi publik akan diminati masyarakat bilamana memenuhi standar pelayanan yang mencakup aspek keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan, dan kesetaraan. Penerapan standar pelayanan pada moda transportasi penumpang berbasis rel atau kereta api sudah mulai diterapkan sejak 2011 dengan diberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan RI tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta Api, yang kemudian direvisi beberapa kali dalam perkembangannya. Kabar terbaru, Peraturan Menteri Perhubungan terkait SPM sedang dalam tahap revisi seiring akan hadirnya operator baru yang akan mengoperasikan MRT dan LRT di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sedang menyiapkan Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur tentang SPM MRT Jakarta.

 

Membenahi Layanan Transportasi Publik

Konsep dan rencana pengembangan sistem MRT di Jakarta telah mulai diwacanakan pada akhir tahun 80-an ketika problem kemacetan lalu Iintas terutama di ruas-ruas utama semakin parah akibat pesatnya pertumbuhan kendaraan pribadi yang tidak dapat dibarengi dengan peningkatan kapasitas jalan dan peningkatan layanan angkutan umum bus dan kereta api. Sayangnya seiring waktu, kemacetan di ibu kota semakin parah di sejumlah ruas jalan utama di ibukota, Jakarta. Kedisiplinan pengendara bermotor roda dua maupun roda empat masih rendah sehingga menambah kesemrawutan lalulintas dan tingginya angka kecelakaan lalulintas. Angkutan umum juga kurang nyaman dengan perilaku oknum pengemudi yang ugal-ugalan, ngetem lama, menurunkan penumpang tidak pada lajur yang aman dan kejahatan di dalam angkutan umum seperti copet, jambret dan lainnya.

 

 

Pembenahan angkutan umum memang telah mulai dibenahi. Pemerintah Pusat turun tangan dengan membentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyambutnya dengan menerbitkan peraturan turunannya untuk peningkatan pelayanan transportasi publik dan mendukung penataan transportasi di Jakarta. Membaiknya pelayanan transportasi publik bisa dirasakan pada moda KRL (kereta rel listrik) Commuter Line Jabodetabek yang dikelola PT Kereta Commuter Indonesia. Demikian juga layanan bus Transjakarta oleh PT Transportasi Jakarta. Tapi tak cukup hanya dua moda itu saja, kehadiran moda transportasi publik lain juga sudah saatnya dibangun, seperti MRT dan LRT yang jaringan layanannya bisa dikembangkan tak hanya dalam kota Jakarta saja namun juga ke kota-kota penyangga di sekitarnya.

 

 

 

Hadirnya MRT Jakarta

Bagaimana dengan MRT Jakarta? Rencana pengembangan MRT ini telah direkomendasikan oleh banyak studi transportasi sejak tahun 1980-an, sebut saja pada studi ITSI 1990, The Consolidated Network Plan 1993, The Revised Basic Design Study 1999 dan Studi SITRAMP Tahap I dan II tahun 2003. Studi lanjutan yang melakukan kajian terhadap kelayakan MRT di Jakarta adalah "Revised Implementation Program form Jakarta MRT System" yang dilakukan pada tahun 2005. Selain itu, dari sisi regulasi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, penyelenggaraan perkeretaapian baik penyelenggaraan sarana ataupun prasarana perkeretaapian dilaksanakan secara terbuka, yaitu perkeretaapian dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum (BUMN, BUMD, Pemerintah, maupun Pemerintah Daerah). Atas dasar itulah, moda MRT dipilih untuk dibangun di Jakarta dan dibentuklah BUMD Perkeretaapian bernama PT MRT Jakarta sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pendirian BUMD, PT MRT Jakarta.

 

Pembentukan BUMD yang bergerak di bidang perkeretaapian akhirnya bisa terwujud. Dengan keterlibatan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan sumber pendanaannya, pembangunan MRT Jakarta Fase 1 yang menghubungkan koridor Lebak Bulus-Bundaran HI dilaksanakan dengan mekanisme pinjaman antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Republik Indonesia melalui JICA. Oleh Pemerintah pusat RI, pinjaman tersebut diterushibahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 49 persen dan sisa 51 persen menjadi pinjaman oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

 

Tak hanya kerja sama dengan Jepang dalam pembangunan proyek MRT Jakarta, kerjasama juga meliputi penerapan sejumlah teknologi termutakhir di bidang perkeretaapian seperti pembangunan jalur kereta api melalui terowongan bawah tanah, teknologi terbaru di bidang rel, dan sistem operasi dan persinyalan. Di luar aspek infrastruktur tersebut, pelibatan Kontraktor dalam negeri untuk join operation dengan Kontraktor dari Jepang telah meningkatkan kapasitas terkait disiplin kerja, kualitas, dan aspek keselamatan dalam pembangunan konstruksi dan dapat menjadi budaya baru bagi pekerja Indonesia.

 

Secara usia, PT MRT Jakarta tahun ini sudah genap 10 tahun berdiri. Namun pekerjaan konstruksi baru dimulai pada 10 Oktober 2013 yang ditandai peletakan batu pertama proyek prasarana perkeretaapian MRT Fase 1 (Lebak Bulus-Bundaran HI) oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, setelah selesai dilakukan Desain Teknis, Pengadaan Lahan dan Tender. Pada 30 Oktober 2017, jalur utama Fase 1 telah terhubung sepanjang  16 km dengan lebar jalur berukuran 1.067 mm. Informasi terbaru yang dirilis oleh PT MRT Jakarta, data per 30 September 2018 lalu, pekerjaan Depo dan bagian layang (elevated) telah mencapai 95,36 persen, sedangkan pekerjaan bagian bawah tanah (underground) sudah mencapai 97,71 persen.

 

“Keseluruhan seluruh pekerjaan sudah mencapai 96,71 persen. Kita komit untuk mengawal agar MRT Jakarta memenuhi target operasi komersialnya pada Maret 2019 mendatang,” jelas William P. Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta di hadapan peserta Program Fellowship Jurnalis MRT Jakarta di Kantor Pusat PT MRT Jakarta, (10/10/2018).

 

 

 

Lanjut Fase 2

Cukupkah hanya koridor Lebak Bulus-Bundaran HI? Tidaklah cukup untuk bisa menjadi tulang punggung perkeretaapian perkotaan. Semakin banyak koridor yang terhubung dan terintegrasi dengan moda transportasi lain, akan menjadikan MRT Jakarta nantinya menjadi pilihan bertransportasi, seperti halnya Commuter Line. Selesai Fase 1, PT MRT Jakarta sudah ancang-ancang untuk lanjut ke Fase 2 yang akan menghubungkan Bundaran HI sampai dengan Kampung Bandan (Jakarta Utara). Bila Fase 2 terselesaikan, maka Koridor Selatan-Utara terhubung sepanjang 25 km dengan jalur dan stasiun dibangun layang (elevated) dan bawah tanah (underground). Fase 3 Koridor Timur-Barat juga telah dipersiapkan yang akan menghubungkan Cikarang-Balaraja dengan panjang lintasan +87 km, 41 stasiun dan 2 Depo.

 

“Estimasi penumpang pada fase 1 ditargetkan ada 130 ribu per hari tapi nantinya pada tahun 2025 fase 2 beroperasi, penumpang akan mencapai 434 ribu,” jelas William optimis.

 

 

Beroperasi Dengan Standar Internasional

Untuk bisa mengangkut penumpang dan lebih dari itu menarik minat orang untuk menggunakan transportasi publik baru tersebut, PT MRT Jakarta akan memberikan layanan transportasi MRT yang aman, nyaman dan handal dan sesuai standar pelayanan yang dipersyaratkan oleh Regulator. Komitmen terhadap pelayanan disampaikan William karena pada saat kereta api MRT Jakarta telah beroperasi, PT MRT Jakarta berada di bawah kontrak kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan pelayanan sesuai standar pelayanan yang telah disepakati bersama dengan mengacu kepada standar internasional. Dua Peraturan Gubernur DKI Jakarta yang diamanahkan yaitu Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta Untuk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT dan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 140 Tahun 2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta Sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan TOD.

 

 

Setiap stasiun akan memiliki beragam fasilitas mulai dari eskalator, elevator, dan tangga sebagai pilihan kemudahan bagi penumpang di area stasiun. Juga, area concourse akan berisi gerai komersial yang menyediakan beragam layanan yang dibutuhkan masyarakat untuk menunjang mobilitasnya. Lantai juga dilengkapi dengan tac tile untuk memudahkan mobilitas penyandang tuna netra.

 

Untuk pembelian tiket, penumpang dapat memilih menggunakan Ticket Vending Machine (TVM) untuk pembelian otomatis atau secara mandiri, dan juga loket manual dengan staf yang siap melayani pembelian. Tersedia pula Added Value Machine (AVM) untuk mengecek sisa saldo kartu kereta. Kartu akan tersedia dengan dua pilihan yaitu single dan multi trip. Sistem pengecekan tiket akan menggunaan tap in dan tap out.

 

Passenger gate akan tersedia dua jenis, yaitu ukuran lebar 60 cm dan 90 cm, khusus untuk pengguna kursi roda atau pesepeda lipat. Di setiap kereta, juga akan disediakan area tempat duduk prioritas untuk difabel, ibu hamil, lansia, dan anak-anak. Setiap stasiun bawah tanah akan dilengkapi dengan penyejuk ruangan, sedangkan untuk stasiun layang akan mengoptimalkan sirkulasi udara terbuka. Beberapa tempat duduk di area peron pada setiap stasiun.

“Penumpang akan mendapatkan pengalaman baru dari saat memasuki stasiun, di dalam stasiun maupun saat keluar stasiun MRT,” jelas William.

 

Konstruksi Tahan Gempa

Secara konstruksi, seluruh jalur dan stasiun kereta MRT Jakarta telah dirancang agar mampu menahan getaran gempa hingga delapan skala Richter, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 2012). Khusus untuk terowongan bawah tanah, yang kedalamannya mencapai 25 meter di bawah permukaan tanah ini, pintu masuk stasiun terletak di area pedestrian yang tingginya di desain mencapai 150 cm di atas permukaan jalan. Juga, akan disiapkan flood barrier di setiap pintu masuk tersebut bila air semakin tinggi. MRT Jakarta menggunakan data penelitian banjir di Jakarta hingga 200 tahun terakhir.

 

 

Dengan sistem persinyalan Communication-based Train Control (CBTC) dan sistem pengoperasian Automatic Train Operation (ATO) GoA 2, diperkirakan total waktu tempuh koridor Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia adalah 30 menit dengan perkiraan waktu singgah (dwell time) di setiap stasiun kurang lebih tiga puluh detik. Meskipun menggunakan sistem automatis, kereta MRT Jakarta masih memerlukan masinis dalam pengoperasiannya. Tugas utama masinis adalah menutup pintu kereta, dan dalam kondisi khusus, akan mengoperasikan kereta secara manual.

 

Rollingstock Buatan Jepang

Sebanyak 16 set rangkaian kereta (rolling stock) akan disediakan oleh PT MRT Jakarta, namun hanya 14 yang akan beroperasi secara komersial; dua set rangkaian kereta akan berfungsi sebagai cadangan. Nantinya, satu set rangkaian akan terdiri dari enam kereta (cars) dengan kapasitas 200 hingga 300 penumpang, sehingga satu set akan mampu mengangkut 1.200 hingga 1.800 orang per perjalanan. Kereta yang digunakan berasal dari Jepang yang dirangkai di Depo Lebak Bulus.

“Untuk tolak ukur, PT MRT Jakarta melakukan pembelajaran dari operator kereta api internasional seperti Jepang, Singapura, Malaysia, Hongkong dan India,” imbuh William.

 

Katalis Perubahan Gaya Hidup

William optimis MRT Jakarta akan mampu sebagai katalis perubahan gaya hidup dengan membawa perubahan dalam pelayanan transportasi publik di Jakarta. Kereta yang aman, nyaman dan handal, stasiun yang aman dan nyaman aksesibilitasnya serta terintegrasi dengan moda lain, juga akses trotoar untuk pejalan kakinya yang nyaman juga tarif yang terjangkau, akan menjadi pemantik masyarakat menggunakan MRT Jakarta.

 

“Kalau semua sudah beralih public transport, maka kendaraan pribadi akan berkurang dan Jakarta tidak macet dan warganya mempunyai lifestyle baru yaitu budaya naik bus, naik kereta dan berjalan kaki. Kalau 2-3 jam waktu yang sia-sia akibat macet bisa digunakan untuk hal yang berkualitas akan luar biasa untuk produktivitas,” pungkas William. MRT Jakarta tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada integrasi dengan moda lain dan kebijakan aturan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah yang sinergi untuk bersama menjadikan transportasi publik di Jakarta menjadi lebih bagus lagi. Bila ini terwujud, Jakarta benar-benar telah menjadi kota yang modern dan membahagiakan bagi warganya.

 

 

 

AMAD SUDARSIH

 

Komik: https://www.jakartamrt.co.id/komik-mrt-mengubah-wajah-jakarta/



Other News